Rabu, 29 Maret 2023
Bidik Berita
  • Home
  • Daerah
  • Nasional
  • Politik
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Hukrim
  • Investigasi
  • Ekbis
  • Advertorial
No Result
View All Result
  • Home
  • Daerah
  • Nasional
  • Politik
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Hukrim
  • Investigasi
  • Ekbis
  • Advertorial
No Result
View All Result
Bidik Berita
No Result
View All Result

Ini Rangkumannya, Ketum KAHMI Kepri Dan Wakil Bupati Anambas Bahas Konsep Kemaritiman Dalam Pembangunan Daerah

14 Juli 2022
in Nasional, Pemerintahan
DR.Suryadi Kukuhkan Dewan Dakwah Islamiyah Kabupaten Anambas, Abdul Hadir,SH Jabat Ketua Majelis Syuro
17
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Anambas – Ketua Umum MW KAHMI Kepri bersilaturahmi dengan Wakil Bupati Kepulauan Anambas, Wan Zuhendra bersama Imam Surau Al Mukarramah Padang Melang dan Tokoh Muda Anambas, Mukhtar pada Rabu (13/07/2022). Memikirkan realisasi atas konsep pembangunan berbasis kemaritiman yang religius dan berkebudayaan.

Diskusi tersebut berlangsung disela-sela waktu luang Wakil Bupati Anambas dalam menjalan tugas pemerintahan. Konsep kemaritiman dalam pembangunan daerah merupakan topik menarik yang terungkap dalam diskusi tersebut.

Dr. Suryadi, M.H., yang juga adalah Dosen Ilmu Hukum UMRAH ini mengungkapkan bahwa Kepri sebagai Negeri Melayu dengan Wilayahnya 96% Laut merupakan bukti nyata bahwa negeri Melayu adalah Negeri terdepan di seluruh dunia yang menerapkan Hukum Laut untuk Kesejahteraan.

Hukum Perjanjian Laut Internasional yang merupakan hasil dari Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea, UNCLOS) yang ditandatangani pada tahun 1982 sesungguhnya adalah milik bangsa Indonesia.

Hal ini terungkap dalam diskusi panjang sebelumnya Dr. Suryadi, M.H. dengan Wakil Bupati Natuna, Rodhial Huda beberapa waktu yang lalu.

“Hal ini dapat dikemukakan karena sebelum lahirnya UNCLOS 1982, melalui Deklarasi Djuanda Tahun 1957, Pemerintah Republik Indonesia menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI”, terangnya.

Deklarasi Djuanda selanjutnya diresmikan menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Akibatnya luas wilayah Republik Indonesia berganda 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km² dengan pengecualian Irian Jaya yang walaupun wilayah Indonesia tetapi waktu itu belum diakui secara internasional.

Deklarasi Djuanda tersebut sesungguhnya adalah penyempurnaan dari Hukum Laut Hindia Belanda yang kemudian dalam Hukum Laut Internasional, Indonesia diakui sebagai negara kepulauan terbesar dan krusial karena merupakan jalur perdagangan yang banyak dilewati serta pelabuhannya yang terdapat di banyak wilayah.

Jadi, sebelum Deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Territoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939).

Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai.

“Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut”.

TZMKO 1939 ini sesungguhnya di inspirasi dari penyempurnaan Hukum Laut Bugis Amanna Gappa pada tahun 1676 (Abad 17). Jadi, Amanna Gappa abad 17 ini merupakan aturan Bugis kuno penginspirasi konvensi laut sedunia, sebab didalamnya sudah menjelaskan secara rinci ketentuan saat berlayar dan hierarki di geladak. Sesungguhnya 21 pasal ketentuan dalam Amanna Gappa tersebut merupakan konsep kebebasan berlayar di laut tapi dengan etika.

Menariknya, dua abad sebelum Hukum Laut Bugis Amanna Gappa tersebut mewujud, di Kesultanan Melaka (1400-1511) telah diberlakukan terlebih dahulu Undang Undang Laut Malaka. Syahbandar Kesultanan Malaka pada abad ke-15 telah lebih dahulu membuat peraturan laut.

Undang-Undang Laut Melaka tersebut secara khusus membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan hukum dan peraturan maritim, serta prosedur bahari menyangkut urusan pelayaran kapal dagang.

“Jadi kalau ditelusuri rentetan waktu demi waktu atas lahirnya Hukum Laut Internasional tersebut, maka di negeri melayu lebih awal lagi telah menerapkannya. Oleh karena itu, kehadiran fakultas hukum laut di perguruan tinggi di Indonesia sangat penting sebagai salah satu bentuk kepedulian Kita terhadap selat malaka”.

Maka Kepulauan Anambas sangat representatif sebagai lokus utama untuk contoh penerapan pembangunan kemaritiman yang religius dan berkebudayaan untuk kesejahteraan, terang Ketua Umum MW KAHMI Kepri ini.(Red).

Previous Post

DR.Suryadi Kukuhkan Dewan Dakwah Islamiyah Kabupaten Anambas, Abdul Hadir,SH Jabat Ketua Majelis Syuro

Next Post

Ketua Umum KAHMI Kepri Dan Sejumlah Tokoh Sambut Gubernur Ansar Ahmad di Anambas

Next Post
DR.Suryadi Kukuhkan Dewan Dakwah Islamiyah Kabupaten Anambas, Abdul Hadir,SH Jabat Ketua Majelis Syuro

Ketua Umum KAHMI Kepri Dan Sejumlah Tokoh Sambut Gubernur Ansar Ahmad di Anambas

Discussion about this post

  • Tepat Sasaran Dalam Memberitakan

© 2021 Bidik Berita - Tepat Sasaran Dalam Memberitakan | Developed by: WEBSITEKU.CO.ID.

No Result
View All Result
  • Home
  • Daerah
  • Nasional
  • Politik
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Hukrim
  • Investigasi
  • Ekbis
  • Advertorial

© 2021 Bidik Berita - Tepat Sasaran Dalam Memberitakan | Developed by: WEBSITEKU.CO.ID.